ASKEP PADA
PASIEN GASTROENTERITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GASTROENTERITIS
OLEH
YESSI DESWAHYU NINGSIH
14111877
DIII KEPERAWATAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GASTROENTERITIS”. Makalah ini
penulis disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah
ini banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Meski masih banyak kekurangan, mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan Mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
dan umumnya kepada para pembaca yang budiman.
Padang, April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ………………………………………..………………………………………. i
Daftar
Isi ……………………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ……………………………………………………………….………….. 1
1.2
Rumusan Masalah …………………………………….………….…………………….… 1
1.3
Tujuan ………………………………………………………………………………….… 1
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi & Fisiologi Sistem Pencernaan …………………..……..……………….……. 3
2.2
Landasan Teoritis Penyakit Gastroenteritis………………..……………………….…… 7
2.2.1
Defenisi Gastroenteritis ………………….……………………………….…. ……7
2.2.2
Klasifikasi …………………………………………………………………………. 8
2.2.3
Etiologi ………………………………..…………………………………………… 9
2.2.4
Patofisiologi …………….………………..…………………………………..… 10
2.2.5
Manifestasi Klinis ……………..…………………………………..………….…. 10
2.2.6
Pemeriksaan Fisik ………………………………..………………………….….. 11
2.2.7
Pemeriksaan Penunjang & Diagnostik ……………….……….….………..…… 11
2.2.8
Penatalaksanaan Medis & Keperawatan …………………………………….… 12
2.2.10
WOC …….………………….………………………………….…………………. 13
2.3
Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Gastroenteritis ………….………14
2.3.1
Pengkajian ………………………………………………….…………………..… 14
2.3.2
Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon …………………………………..…. ….14
2.3.3
Perumusan NANDA, NOC, dan NIC ……………………………………. ………16
2.3.4
Evaluasi …………………………………………………………………………… 19
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ………………………………………………………………………………. 20
3.2
Saran …………………………………………………………………………..… 20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gastroenteritis biasa disebut diare adalah salah satu
penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Gastroenteritis dapat menyerang pada
semua kelompok usia. Tidak jarang penyakit ini menyebabkan kematian pada si
penderita. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampan si penderita menoleransi
kehilangan elektrolit dan cairan dari tubuhnya.
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung
dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa dehidrasi disertai
muntah. Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal
atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasa
(Sowdent, 2005).
Angka kejadian diare, di sebagian besar wilayah Indonesia
hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk. Selama tahun 2006
sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya. Jumlah
kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan
kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih,
sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat (Tadda, asri. 2010).
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya diare, seperti masyarakat harus menyadari bahwa kesehatan itu lebih
dari segalanya. Berdasarkan hal di atas penulis menyusun makalah dengan judul “
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gastroenteritis” .
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi sistem
percenaan?
1.2.2 Bagaimana landasan teoritis penyakit
gastroenteritis?
1.2.3 Bagaimana landasan teoritis asuhan
keperawatan pada klien gastroenteritis?
1.3
Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan
fisiologi dari sistem pencernaan.
1.3.2 Untuk mengetahui dan mengerti tentang
landasan teoritis penyakit gastroenteritis.
1.3.3 Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan
teoritis askep pada klien
gastroenteritis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem
gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam
manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi
dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari
tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
- Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka
tempat masuknya makanan dan air pada hewan dan manusia. Mulut biasanya terletak
di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang
berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri
dari manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung dan teriri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham) menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
B.
Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara
rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Keatas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior = bagian
yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan
mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga, Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai
diakar lidah. Bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring
C.
Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube)
berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut
ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan
proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso
– “membawa”, dan Îφαγον, phagus – “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang.
Menurut histology Esofagus dibagi
menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot halus).
D.
Lambung
Lambung adalah organ otot berongga
yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu
Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui
otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1)
Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan
yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung
2)
Asam klorida (HCl)
Asam
klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3)
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
- Usus halus (usus kecil)
Usus
halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan
mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot
memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).
Usus
halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1.
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus
dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan
organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum,
yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas
jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk
ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
2.
Usus Kosong (jejenum)
Usus
kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari
usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran
mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa
Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
3.
Usus Penyerapan (illeum)
Usus
penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara
7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu.
F.
Usus Besar (Kolon)
Usus
besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon
sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan
pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
G.
Usus Buntu (sekum)
Usus
buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H.
Umbai Cacing (Appendix)
Umbai
cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ
ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau
dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum
pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya
umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain
percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang
umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
I.
Rektum dan anus
Rektum
(Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum
ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus
merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang
merupakan fungsi utama anus.
2.2
Landasan Teoritis Penyakit
2.2.1
Defenisi Gastroentritis
Gastroentritis
( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis
diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis
adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Dari
ketiga defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Gastroentritis (GE) adalah
terjadinya peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus
dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk
tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya.
2.2.2
Klasifikasi
Gastroenteritis
(diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1).
Berdasarkan lama waktu :
a.
Akut : berlangsung < 5 hari
b.
Persisten : berlangsung 15-30 hari
c.
Kronik : berlangsung > 30 hari
2).
Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a.
Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b.
Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3).
Berdasarkan derajatnya
a.
Diare tanpa dehidrasi
b.
Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c.
Diare dengan dehidrasi berat
4).
Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a.
Infektif
b.
Non infeksif
5).
Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a.
Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau
toksikologik.
b.
Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.
Klasifikasi
dehidrasi
dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :
1.
Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien,
dehidrasi dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :
a.
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % bb)
Gambaran
kliniks : torgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh dalam
persyok.
b.
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 %bb)
Gambaran
klinis : togor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok,nadi
cepat, napas cepat dan dalam.
c.
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% bb)
Gambaran
klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun, otot-otot
kaku., dan sianosis.
2.
Berdasarkan bj (berat jenis) plasma
a.
Dehidrasi ringan, (bj plasma 1,032 -1,040)
b.
Dehidrasi sedang (bj plasma 1,028 -1,032)
c.
Dehidrasi berat (bj plasma 1,025 -1,028)
2.2.3
Etiologi
- Faktor infeksi
a.
Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1)
Infeksi bakteri : Vibrio, ecoli, salomonela,
shigela, complylobacter, virginia, aeromonas, dll.
2)
Infeksi virus : enterovirus
(virus echo, loksicicihie, plyomielitis) adenovirus,
rotavirus,
aslecovirus, dll.
3)
Infeksi parasit : cacing (oscaris, trichuris,
dxyuris, strongloides) protozoa (eutamoebo hystolitica, glardia lambia,
trichomonashominis) jamur (candida albicaus).
- Infeksi parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut, tonsilitis, broncop, pneumonia, ensetalitis, dll. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak berumur dibawah 2 th.
- Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi
karohidrat : disakarida (intoleransi ketosa, maltosa dan sukrosa) monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa dan laktosa).
- Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
- Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).(Abdul Latief, 2007)
2.2.4
Patofisiologi
Penyebab
gastroenteritis terdiri dari faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor
makanan, dan faktor psikologis. Pertama, faktor infeksi akan mengalami reaksi
inflamasi sehingga terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang
menyebabkan isi rongga usus meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi makanan di
usus menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan terjadi pergeseran cairan &
elektrolit ke usus, sehingga juga meneybabkan isi rongga usus meningkat. Ketiga
faktor makanan, dimana faktor makanan disini adlah makanan yang beracun, basi
maupun alergi terhadap makanan dimana hal ini akan menyebabkan gangguan
motilitas usus. Keempat, faktor psikologis (cemas atau rasa takut yag
berlebih) yang menyebabkan adanya rangsangan simpatis dan juga terjadi gangguan
motilitas usus. Gangguan motilitas usus terbagi menjadi 2, yaitu hipermotilitas
dan hipomotilitas. Hipermotilitas akan menyebabkan terjadinya peningkatan
sekresi air & elektrolit, sedangkan hipomotilitas akan menyebabkan adanya
pertumbuhan bakteri. Terjadinya peningkatan di isi rongga usus, sekresi air dan
elektrolit, serta adanya pertumbuhan bakteri menyebabkan terjadi penyakit
gastroenteritis.
Gastroenteritis
memiliki gejala dehidrasi yaitu kehilangan cairan & elektrolit tubuh dimana
pada saat itu terjadi penurunan volume cairan ekstra sel dan juga terjadi
penurunan cairan interstesial yang menyebabkan turgor kulit menurun, maka dalam
hal ini timbul masalah yaitunya kekurangan volume cairan dan cemas pada
kliennya. Gejala yang kedua yaitu kerusakan mukosa usus yang menyebabkan si
penderita merasakan nyeri. Gejala yang ketiga adalah sering terjadinya defekasi
yang menyebabkan terjadi resiko kerusakan integritas kulit. Gejala selanjutnya
adalah terjadinya peningkatan eksresi sedangakan asupan nutrisi tidak
terpenuhi, pada hal terjadi ketidakseimbangan nutrisi.
2.2.5
Manifestasi Klinis
- Nyeri perut ( abdominal discomfort )
- Rasa perih di ulu hati
- Mual, kadang-kadang sampai muntah
- Nafsu makan berkurang
- Rasa lekas kenyang
- Perut kembung
- Rasa panas di dada dan perut
- Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba )
- Diare
- Demam
- Membran mukosa mulut dan bibir kering
- Lemah
2.2.6
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
fisik berguna untuk mengetahui data subjektif dari klien. Pada pemeriksaan
fisik abdomen sistem yang sering digunakan adalah inspeksi, auskultasi, palpasi
dan perkusi (IAPP) . Tempatkan klien pada posisi supine. Kontur dan
simetrisitas dari abdomen diinspeksi dengan mengidentifikasi penonjolan lokal,
distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan sebelum perkusi dan
palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian merubah
bising usus). Karakter, lokasi dan frekuensi bising usus dicatat. Palpasi
digunakan untuk mengidentifikasi massa abdomen atau area nyeri tekan.
Pada
pemeriksaan pada klien gastroenteritis umumnya terdapat:
–
Turgor kulit menurun, Mata mulai cekung
–
Asites (+) BB menurun, Bising Usus Meningkat.
–
Membran mukosa mulut tampak kering
–
BAK 3-5x/hari, ± 75 – 100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
–
BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari.
–
Hb 10,6 gr% (N : 11-14 gr%)
–
Konjungtiva subanemis
–
Mukosa bibir pucat, agak kering
–
Klien terlihat letih/ lemah dan pucat
2.2.7
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan
laboratorium yang meliputi :
- Pemeriksaan Tinja
- Makroskopis dan mikroskopis.
- pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
- Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
- Pemeriksaan Darah
- pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
- Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
- Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
Untuk
mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.
2.2.8
Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
- Medis
- Pemberian cairan, jenis, cara dan jumlah pemberian cairan
- Dietetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1)
Memberikan asi.
2)
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral, dan
makanan yang bersih.
- Obat-obatan: berikan antibiotic, anti sekresi, dan anti spasmolitik
2.
Keperawatan
Penyakit
diare walaupun semua tidak menular (misal diare karena faktor malabsorbsi),
tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan perlengkapan cuci tangan
untuk mencegah infeksi (selalu tersedia disinfektan dan air bersih) serta
tempat pakaian kotor sendiri. Ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan.
2.2.9
Komplikasi
- Dehidrasi
- Renjatan hipovolemik
- Kejang
- Bakterimia
- Mal nutrisi
- Hipoglikemia
- Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
2.2.10
WOC
2.3
Landasan Teori Asuhan Keperawatan
2.3.1
Pengkajian
A.
Identitas Klien
Nama
: ……………………………
Umur
: ……………………………
Jenis
Kelamin
: ……………………………
Alamat
: ……………………………
Agama
: ……………………………
Pekerjaan
: ……………………………
Pendidikan
: ……………………………
No.
RM
: ……………………………
Tanggal
masuk :
……………………………
Diagnosa
medis : ……………………………
- Keluhan Utama
Biasanya
klien sering mengeluhkan Feces semakin cair, muntah, terjadinya dehidrasi, dan
berat badan menurun.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya
klien masuk rumah sakit dengan keluhan berat badan menurun dari biasanya, nafas
cepat, mudah letih dan sakit kepala. Klien juga tidak mau makan, nyeri dada,
cepat kenyang, nyeri abdomen, mual dan muntah, serta feses yang encer.
- Riwayat Kesehatan Terdahulu
Biasanaya
klien mengatakan pernah mengkonsumsi alkohol dan obat – obatan seperti
OAINS/NSAID, Kortikosteroid, Aspirin. Sering jajan disembarang tempat sehingga
kebersihannya tidak terjaga.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada
keluarga klien yang menderita penyakit yang sama.
2.3.2
Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
- Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya
klien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, Kebersihan klien sehari-sehari
kurang baik.
- Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya
klien tidak mau makan, dan klien mengalami penurunan berat badan.
- Pola Eliminasi
Biasanya
klien BAB lebih dari 4 kali sehari, dan BAK jarang.
- Pola Latihan dan Aktivitas
Biasanya
klien mengalami gangguan aktivitas karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya
nyeri akibat distensi abdomen, aktivitas klien dibantu keluarga/ orang lain.
- Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya
klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya distensi abdomen
yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
- Pola Persepsi dan Kognitif
Biasanya
klien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri
pada abdomennya.
- Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya
klien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologisnya terganggu
sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
- Pola Peran dan Hubungan
Biasanya
klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran klien pada
kehidupan sehari-hari mengalami gangguan (ex: tidak dapat menjalankan peran
sebagai ibu rumah tangga).
- Pola Seksual – Reproduksi
Biasanya
klien mengalami gangguan seksual- reproduksi (ex: tidak teraturnya siklus
menstruasi).
- Pola Koping – Toleransi Stress
Biasanya
klien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress.
- Pola Nilai & Kepercayaan
Biasanya
klien tidak dapat melaksanakan sholat seperti biasanya Karena posisi klien
dalam keadaan tirah baring.
2.3.3
Perumusan Diagnosa (NANDA), Perumusan Kriteria Hasil (NOC), dan Perumusan
Intervensi Keperawatan (NIC)
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
|
1
|
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
Defenisi:
keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstisial,
dan / atau cairan intrasel. Diagnosis ini merujuk ke dehidrasi yang merupakan
kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
|
Keseimbangan
cairan
Indicator
–
Fungsi eliminasi normal
–
Keseimbangan intake dan output cairan
–
TTV normal
Hidrasi
Indicator
–
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
–
Keseimbangan intake dan ouput cairan
–
TTV normal
|
Manajemen
cairan
Aktivitas
–
Monitor keseimbangan cairan
–
Mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal
–
Monitor TTV
Terapi
Intravena
–
Periksa order untuk terapi intravena
–
Jelaskan prosedur kepada pasien
–
Pilih dan siapkan intravena infusion pump sesuai indikasi
–
Monitor TTV
|
2
|
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan.
Defenisi:
asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
|
Status
nutrisi: asupan makanan dan cairan
Indicator:
–
Mampu makan secara normal (oral)
–
Mampu minum secara normal
–
Tidak terjadi penurunan badan yang berarti
–
TTV normal
|
Monitoring
cairan
Aktivitas:
–
Monitor intake dan output cairan
–
Monitor berat badan
–
Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi
–
Monitor TTV
|
3
|
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri.
Defenisi:
pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari
kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan kerusakan.
Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang
diantisipasi atau diprediksi, durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
|
Control
nyeri
Indicator:
–
Mengenali factor penyebab
–
Adanya perubahan nyeri
Level
nyeri
Indicator:
–
Nyeri berkurang
–
Pola istirahat cukup adekuat
–
Ekspresi wajah saat nyeri normal
|
Manajemen
nyeri
Aktivitas:
–
Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
–
Tingkatkan istirahat
–
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
–
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Analgesic
administarton
Aktivitas:
–
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
–
Cek orderan tentang jens obat, dosis, dan frekuensi
–
Cek riwayat alergi
–
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemebrian analgesic
|
4
|
Resiko
kerusakan integritas kulit berhubugan dengan eksresi.
Defenisi:
perubahan yang beresiko untuk kulit menjadi buruk.
|
Integritas
jaringan: membrane kulit dan mukosa
Indicator:
–
Tidak ada lesi
–
Tidak ada tanda dan gejala infeksi
|
Monitoring
elektrolit
Aktivitas:
–
Monitor keseimbangan asam basa
–
Monitor kehilangan cairan/elektrolit
–
Sediakan diet yang sesuia dengan ketidakseimbangan cairan
–
Monitor TTV
Manajemen
elektrolit
Aktivitas:
–
Timbang BB tiap hari
–
Pertahankan intake yang akurat
–
Berikan terapi IV
–
Pantau TTV
|
5
|
Cemas
berhubungan dengan stress
Defenisi:
perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau kegiatan yang
disertai respon autonom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasaan keperihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya.
|
Control
cemas
Indicator:
–
Tidak ada tanda kecemasan
–
Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori
–
Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
–
TTV normal
Koping
–
Menunjukkan fleksibilitas peran
–
Melibatkan keluarga dalam membuat keputusan
–
Peduli terhadap kebutuhan keluarga
|
Penurunan
kecemasan
Aktivitas:
–
Tenangkan klien
–
Berusaha memahami keadaan klien
–
Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
–
Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
–
Monitor TTV
Peningkatan
koping
Aktivitas:
–
Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
–
Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan.
|
2.3.4
Evaluasi
1.
Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3.
Integritas kulit kembali normal.
4.
Nyeri tidak lagi dirasakan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Gastroenteritis
(biasa disebut diare) adalah peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan
oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi
adalah diare (bentuk tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari
biasanya. Gastroenteritis dapat menyerang semua usia. Masalah keperawatan yang
sering terjadi pada penderita gastroenteritis adalah kekurangan volume cairan,
nyeri akut, resiko kerusakana integritas kulit, san ketidakseimbangan nutrisi:
kurangan dari kebutuhan tubuh.
3.2
Saran
Dengan
adanya makalah ini penulis berharap agar masalah kesehatan khususnya
gastroenteritis teratasi dengan baik, pola hidup sehat bisa lebih diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dan semoga makalah ini bermanfaat, dapat menambah
ilmu pengetahuan bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Butcher,
Howard. dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth Edition.
Miscourt: Mosby Elsevier.
Heardman,
Heather. 2009. Nuring Diagnosis: Definition & Classification. United
Kingdom: Markono Print Media.
Muttaqin,
Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan (Aplikasi Pada Praktek Klinis).
Jakarta: Salemba Medika.
Swanson,
Elizabeth. dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.
Syaifuddin.
2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Williams
& Wilkins. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta
Barat: Indeks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar