Kamis, 07 April 2016

ASKEP GASTROENTERITIS



ASKEP PADA PASIEN GASTROENTERITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GASTROENTERITIS


OLEH
YESSI DESWAHYU NINGSIH

14111877

DIII KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2016


Top ofKATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GASTROENTERITIS”. Makalah ini penulis disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Meski masih banyak kekurangan, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan Mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang dan umumnya kepada para pembaca yang budiman.






Padang, April 2016
                                                                       
                                                                                                                                               Penulis








DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………..………………………………………. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ……………………………………………………………….………….. 1
1.2  Rumusan Masalah …………………………………….………….…………………….… 1
1.3  Tujuan ………………………………………………………………………………….… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Anatomi & Fisiologi Sistem Pencernaan …………………..……..……………….……. 3
2.2  Landasan Teoritis Penyakit Gastroenteritis………………..……………………….…… 7
2.2.1          Defenisi Gastroenteritis ………………….……………………………….…. ……7
2.2.2          Klasifikasi …………………………………………………………………………. 8
2.2.3          Etiologi ………………………………..…………………………………………… 9
2.2.4          Patofisiologi …………….………………..…………………………………..… 10
2.2.5          Manifestasi Klinis ……………..…………………………………..………….…. 10
2.2.6          Pemeriksaan Fisik ………………………………..………………………….….. 11
2.2.7          Pemeriksaan Penunjang & Diagnostik ……………….……….….………..…… 11
2.2.8          Penatalaksanaan Medis & Keperawatan …………………………………….… 12
2.2.10      WOC …….………………….………………………………….…………………. 13
2.3  Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Gastroenteritis ………….………14
2.3.1        Pengkajian ………………………………………………….…………………..… 14
2.3.2        Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon …………………………………..…. ….14
2.3.3        Perumusan NANDA, NOC, dan NIC ……………………………………. ………16
2.3.4        Evaluasi …………………………………………………………………………… 19
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan ………………………………………………………………………………. 20
3.2  Saran …………………………………………………………………………..… 20
DAFTAR PUSTAKA

















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Gastroenteritis biasa disebut diare adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Gastroenteritis dapat menyerang pada semua kelompok usia. Tidak jarang penyakit ini menyebabkan kematian pada si penderita. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampan si penderita menoleransi kehilangan elektrolit dan cairan dari tubuhnya.

Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa dehidrasi disertai muntah. Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasa (Sowdent, 2005).

Angka kejadian diare, di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat (Tadda, asri. 2010).

Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya diare, seperti masyarakat harus menyadari bahwa kesehatan itu lebih dari segalanya. Berdasarkan hal di atas penulis menyusun makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gastroenteritis” .

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana anatomi fisiologi sistem percenaan?
1.2.2   Bagaimana landasan teoritis penyakit gastroenteritis?
1.2.3   Bagaimana landasan teoritis asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis?

1.3  Tujuan
1.3.1   Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi dari sistem pencernaan.
1.3.2   Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan teoritis penyakit gastroenteritis.
1.3.3   Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan teoritis askep pada klien
gastroenteritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
  1. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan dan manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan teriri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B.   Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

C.   Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

D.   Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1)      Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung

2)      Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

3)      Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
  1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1.  Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F.   Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.  Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

G.  Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam  istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

H.  Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

I.  Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.2    Landasan Teoritis Penyakit

2.2.1   Defenisi Gastroentritis

Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Dari ketiga defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Gastroentritis (GE) adalah terjadinya peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya.

2.2.2   Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1). Berdasarkan lama waktu :
a. Akut : berlangsung < 5 hari
b. Persisten : berlangsung 15-30 hari
c. Kronik : berlangsung > 30 hari

2). Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit

3). Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat

4). Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a. Infektif
b. Non infeksif

5). Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a.  Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau toksikologik.
b.  Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.

Klasifikasi dehidrasi
dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien, dehidrasi dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :
a. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % bb)
Gambaran kliniks : torgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh dalam persyok.
b. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 %bb)
Gambaran klinis : togor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok,nadi cepat, napas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% bb)
Gambaran klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun, otot-otot kaku., dan sianosis.

2. Berdasarkan bj (berat jenis) plasma
a. Dehidrasi ringan, (bj plasma 1,032 -1,040)
b. Dehidrasi sedang (bj plasma 1,028 -1,032)
c. Dehidrasi berat (bj plasma 1,025 -1,028)

2.2.3   Etiologi
  1. Faktor infeksi
a.  Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1)   Infeksi bakteri      : Vibrio, ecoli, salomonela, shigela, complylobacter, virginia, aeromonas, dll.
2)   Infeksi virus         : enterovirus (virus echo, loksicicihie, plyomielitis) adenovirus, rotavirus,                   aslecovirus, dll.
3)   Infeksi parasit      : cacing (oscaris, trichuris, dxyuris, strongloides) protozoa (eutamoebo hystolitica, glardia lambia, trichomonashominis) jamur (candida albicaus).
  1. Infeksi parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut, tonsilitis,  broncop, pneumonia, ensetalitis, dll. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak berumur dibawah 2 th.
  2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karohidrat : disakarida (intoleransi ketosa, maltosa dan sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan laktosa).
  1. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
  2. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).(Abdul Latief, 2007)
2.2.4   Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis terdiri dari faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan, dan faktor psikologis. Pertama, faktor infeksi akan mengalami reaksi inflamasi sehingga terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang menyebabkan isi rongga usus meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi makanan di usus menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan terjadi pergeseran cairan & elektrolit ke usus, sehingga juga meneybabkan isi rongga usus meningkat. Ketiga faktor makanan, dimana faktor makanan disini adlah makanan yang beracun, basi maupun alergi terhadap makanan dimana hal ini akan menyebabkan gangguan motilitas usus. Keempat, faktor  psikologis (cemas atau rasa takut yag berlebih) yang menyebabkan adanya rangsangan simpatis dan juga terjadi gangguan motilitas usus. Gangguan motilitas usus terbagi menjadi 2, yaitu hipermotilitas dan hipomotilitas. Hipermotilitas akan menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi air & elektrolit, sedangkan hipomotilitas akan menyebabkan adanya pertumbuhan bakteri. Terjadinya peningkatan di isi rongga usus, sekresi air dan elektrolit, serta adanya pertumbuhan bakteri menyebabkan terjadi penyakit gastroenteritis.

Gastroenteritis memiliki gejala dehidrasi yaitu kehilangan cairan & elektrolit tubuh dimana pada saat itu terjadi penurunan volume cairan ekstra sel dan juga terjadi penurunan cairan interstesial yang menyebabkan turgor kulit menurun, maka dalam hal ini timbul masalah yaitunya kekurangan volume cairan dan cemas pada kliennya. Gejala yang kedua yaitu kerusakan mukosa usus yang menyebabkan si penderita merasakan nyeri. Gejala yang ketiga adalah sering terjadinya defekasi yang menyebabkan terjadi resiko kerusakan integritas kulit. Gejala selanjutnya adalah terjadinya peningkatan eksresi sedangakan asupan nutrisi tidak terpenuhi, pada hal terjadi ketidakseimbangan nutrisi.

2.2.5   Manifestasi Klinis
  1. Nyeri perut ( abdominal discomfort )
  2. Rasa perih di ulu hati
  3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
  4. Nafsu makan berkurang
  5. Rasa lekas kenyang
  6. Perut kembung
  7. Rasa panas di dada dan perut
  8. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba )
  9. Diare
  10. Demam
  11. Membran mukosa mulut dan bibir kering
  12. Lemah
2.2.6   Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subjektif dari klien. Pada pemeriksaan fisik abdomen sistem yang sering digunakan adalah inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi (IAPP) . Tempatkan klien pada posisi supine. Kontur dan simetrisitas dari abdomen diinspeksi dengan mengidentifikasi penonjolan lokal, distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan sebelum perkusi dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian merubah bising usus). Karakter, lokasi dan frekuensi bising usus dicatat. Palpasi digunakan untuk mengidentifikasi massa abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan pada klien gastroenteritis umumnya terdapat:
–      Turgor kulit menurun, Mata mulai cekung
–      Asites (+) BB menurun, Bising Usus Meningkat.
–      Membran mukosa mulut tampak kering
–      BAK 3-5x/hari, ± 75 – 100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
–      BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari.
–      Hb 10,6 gr%  (N : 11-14 gr%)
–      Konjungtiva subanemis
–      Mukosa bibir pucat, agak kering
–      Klien terlihat letih/ lemah dan pucat

2.2.7   Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
  1. Pemeriksaan Tinja
  • Makroskopis dan mikroskopis.
  • pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
  • Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
  1. Pemeriksaan Darah
  • pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
  • Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
  1. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

2.2.8   Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
  1. Medis
    1. Pemberian cairan, jenis, cara dan jumlah pemberian cairan
    2. Dietetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1)      Memberikan asi.
2)      Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral, dan makanan yang bersih.
  1. Obat-obatan: berikan antibiotic, anti sekresi, dan anti spasmolitik
2. Keperawatan
Penyakit diare walaupun semua tidak menular (misal diare karena faktor malabsorbsi), tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi (selalu tersedia disinfektan dan air bersih) serta tempat pakaian kotor sendiri. Ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan.

2.2.9   Komplikasi
  1. Dehidrasi
  2. Renjatan hipovolemik
  3. Kejang
  4. Bakterimia
  5. Mal nutrisi
  6. Hipoglikemia
  7. Intoleransi sekunder  akibat kerusakan mukosa usus.
2.2.10    WOC














2.3    Landasan Teori Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama                          : ……………………………
Umur                           : ……………………………
Jenis Kelamin               : ……………………………
Alamat                         : ……………………………
Agama                         : ……………………………
Pekerjaan                    : ……………………………
Pendidikan                   : ……………………………
No. RM                      : ……………………………
Tanggal masuk             : ……………………………
Diagnosa medis           : ……………………………
  1. Keluhan Utama
Biasanya klien sering mengeluhkan Feces semakin cair, muntah, terjadinya dehidrasi, dan berat badan menurun.
  1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk rumah sakit dengan keluhan berat badan menurun dari biasanya, nafas cepat, mudah letih dan sakit kepala. Klien juga tidak mau makan, nyeri dada, cepat kenyang, nyeri abdomen, mual dan muntah, serta feses yang encer.
  1. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Biasanaya klien mengatakan pernah mengkonsumsi alkohol dan obat – obatan seperti OAINS/NSAID, Kortikosteroid, Aspirin. Sering jajan disembarang tempat sehingga kebersihannya tidak terjaga.
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada keluarga klien yang menderita penyakit yang sama.

2.3.2   Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
  1. Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, Kebersihan klien sehari-sehari kurang baik.
  1. Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya klien tidak mau makan, dan klien mengalami penurunan berat badan.
  1. Pola Eliminasi
Biasanya klien BAB lebih dari 4 kali sehari, dan BAK jarang.
  1. Pola Latihan dan Aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan aktivitas karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen, aktivitas klien dibantu keluarga/ orang lain.
  1. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
  1. Pola Persepsi dan Kognitif
Biasanya klien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri pada abdomennya.
  1. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya klien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologisnya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
  1. Pola Peran dan Hubungan
Biasanya klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran klien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan (ex: tidak dapat menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga).
  1. Pola Seksual – Reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan seksual- reproduksi (ex: tidak teraturnya siklus menstruasi).
  1. Pola Koping – Toleransi Stress
Biasanya klien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress.
  1. Pola Nilai & Kepercayaan
Biasanya klien tidak dapat melaksanakan sholat seperti biasanya Karena posisi klien dalam keadaan tirah baring.

2.3.3   Perumusan Diagnosa (NANDA), Perumusan Kriteria Hasil (NOC), dan Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)

NANDA
NOC
NIC
1
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
Defenisi: keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan / atau cairan intrasel. Diagnosis ini merujuk ke dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
Keseimbangan cairan
Indicator
–          Fungsi eliminasi normal
–          Keseimbangan intake dan output cairan
–          TTV normal
Hidrasi
Indicator
–          Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
–          Keseimbangan intake dan ouput cairan
–          TTV normal
Manajemen cairan
Aktivitas
–          Monitor keseimbangan cairan
–          Mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal
–          Monitor TTV
Terapi Intravena
–          Periksa order untuk terapi intravena
–          Jelaskan prosedur kepada pasien
–          Pilih dan siapkan intravena infusion pump sesuai indikasi
–          Monitor TTV
2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan.
Defenisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
Status nutrisi:  asupan makanan dan cairan
Indicator:
–          Mampu makan secara normal (oral)
–          Mampu minum secara normal
–          Tidak terjadi penurunan badan yang berarti
–          TTV normal
Monitoring cairan
Aktivitas:
–          Monitor intake dan output cairan
–          Monitor berat badan
–          Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi
–          Monitor TTV
3
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.
Defenisi: pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan kerusakan. Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang diantisipasi atau diprediksi, durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Control nyeri
Indicator:
–          Mengenali factor penyebab
–          Adanya perubahan nyeri
Level nyeri
Indicator:
–          Nyeri berkurang
–          Pola istirahat cukup adekuat
–          Ekspresi wajah saat nyeri normal
Manajemen nyeri
Aktivitas:
–          Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
–          Tingkatkan istirahat
–          Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
–          Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Analgesic administarton
Aktivitas:
–          Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
–          Cek orderan tentang jens obat, dosis, dan frekuensi
–          Cek riwayat alergi
–          Monitor TTV sebelum dan sesudah pemebrian analgesic
4
Resiko kerusakan integritas kulit berhubugan dengan eksresi.
Defenisi: perubahan yang beresiko untuk kulit menjadi buruk.
Integritas jaringan: membrane kulit dan mukosa
Indicator:
–          Tidak ada lesi
–          Tidak ada tanda dan gejala infeksi
Monitoring elektrolit
Aktivitas:
–          Monitor keseimbangan asam basa
–          Monitor kehilangan cairan/elektrolit
–          Sediakan diet yang sesuia dengan ketidakseimbangan cairan
–          Monitor TTV
Manajemen elektrolit
Aktivitas:
–          Timbang BB tiap hari
–          Pertahankan intake yang akurat
–          Berikan terapi IV
–          Pantau TTV
5
Cemas berhubungan dengan stress
Defenisi: perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau kegiatan yang disertai respon autonom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan keperihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya.
Control cemas
Indicator:
–          Tidak ada tanda kecemasan
–          Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori
–          Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
–          TTV normal
Koping
–          Menunjukkan fleksibilitas peran
–          Melibatkan keluarga dalam membuat keputusan
–          Peduli terhadap kebutuhan keluarga
Penurunan kecemasan
Aktivitas:
–          Tenangkan klien
–          Berusaha memahami keadaan klien
–          Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
–          Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
–          Monitor TTV
Peningkatan koping
Aktivitas:
–          Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
–          Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan.

2.3.4 Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Nyeri tidak lagi dirasakan.

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Gastroenteritis (biasa disebut diare) adalah peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya. Gastroenteritis dapat menyerang semua usia. Masalah keperawatan yang sering terjadi pada penderita gastroenteritis adalah kekurangan volume cairan, nyeri akut, resiko kerusakana integritas kulit, san ketidakseimbangan nutrisi: kurangan dari kebutuhan tubuh.

3.2    Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar masalah kesehatan khususnya gastroenteritis teratasi dengan baik, pola hidup sehat bisa lebih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan semoga makalah ini bermanfaat, dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.













DAFTAR PUSTAKA
Butcher, Howard. dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth Edition. Miscourt: Mosby Elsevier.
Heardman, Heather. 2009. Nuring Diagnosis: Definition & Classification. United Kingdom: Markono Print Media.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan (Aplikasi Pada Praktek Klinis). Jakarta: Salemba Medika.
Swanson, Elizabeth. dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Williams & Wilkins. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat: Indeks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar